Kehidupan Pasca Menikah

Minggu, 07 Oktober 2018 - Diposting oleh Unknown di 21.27

Alhamdulillah, saya telah sah menjadi istri pada tgl 13 Mei 2018.
Niatnya pengen bahas printilan-printilan serta vendor pernikahanku di Magelang, tapi uda kelewat jauh kok jadi males banget ya. Buat yang mau nanya silahkan kontak saya via kolom komentar saja ya, atau bisa juga dm di IG @putriannisaa.

Setelah menikah di Hari Minggu, kami bersantai sejenak di rumah Orang Tua sampai hari Rabu. Barulah Hari Kamis kami kembali ke Bogor menggunakan kereta. Esoknya hari Jumat saya sudah mulai kerja, sedangkan suami masih cuti, sehingga dihari pertama saya ngantor, bisa diantar oleh suami :)) 

Balik ke Bogor kami memang langsung menempati rumah berdua. Rumah baru? Ya, rumah baru bagi kami tapi bangunan lama. Kok? Kami membeli rumah second di daerah Kabupaten Bogor, tapi masih dekat dengan Kota. Kenapa? Alhamdulillah, kami diberi ilmu dan pengetahuan untuk mejauhi riba, sehingga keinginan untuk memiliki rumah baru di Cluster atau Perumahan saya urungkan. Kami lebih memilih membeli rumah yang sesuai dengan kondisi financial kami tanpa cicilan bank. Rumah kami cukup besar untuk ukaran rumah jaman sekarang, ya tentu saja, namanya juga rumah bekas, dengan LT 170 dan LB 90. Sesungguhnya ini rumah jauh dari harapan saya yang bermimpi memiliki rumah minimalis, clean dan modern. Kalau hujan, ada bagian sedikit yang rembes (tidak sampai bocor) tapi dapat ditangani dengan menambal bagian yang rembes tersebut. Tinggi rumahnya masih 3m, kalo tinggi rumah sekarang kan rata-rata 4m ya, jadi walaupun sebenarnya luas, terkesan sempit. Tak apalah, itu menjadi motivasi bagi kami untuk mencari rezeki halal lebih giat untuk merenovasi rumah, yang penting tidak riba (dosa yang paling ringan adalah zina dengan Ibu sendiri, hii takut ah, hidup di Dunia kan hanya sementara). Iri gak sama rumah temen yang baru dan modern? Pastinya. Tapi lagi-lagi itu pilihan hidup masing-masing, apakah kamu mau hidup dengan cicilan Bank selama berpuluh-puluh tahun? Jarak rumah ke kantor tidak begitu jauh, cukup dengan 6 km. Begitu juga dengan jarak ke rumah mertua, tidak terlalu jauh sekitar 12 km.

Hari-hari pertama kami menjalani kehidupan suami istri bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Sehingga tentu saja harus memikirkan makan sahur dan buka. Masih belajar masak sedikit-sedikit, banyak belinya. Alhamdulillah, dari 2014 saya merantau di Bogor selalu berpuasa sendiri, di tahun 2018 ini saya telah memiliki partner berjuang untuk bangun sahur hehe. Hari Sabtu Minggu kalo mau santai, kami memilih untuk ke rumah Mertua, alasannya ya jelas bisa numpang makan tanpa sibuk memikirkan mau masak apa. Tanggal 27 Mei, 2 minggu setelah kami menikah, kami mengadakan tasyakuran dengan para tetangga untuk pernikahan kami dan memperkenalkan diri kami sebagai warga baru di daerah tersebut. Tadinya kami mau pesen catering saja biar tidak repot, tapi langsung disewotin Mama mertua, katanya biar dia saja yang masak. Baiklah, yang penting saya hanya terima beres haha.

Masa-masa penyesuaian benar-benar terasa bagi saya. Belajar menjadi istri. Bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sahur, entah menghangatkan makanan yang dibeli semalem, atau masak tumis-tumisan. Tak lupa juga mandi dulu sebelum itu, maklum karena pengantin baru haha. Saat itu bisa-bisa bangun pagi di jam 2 atau paling lambat setengah 3. Ngantuk berat setelah itu di kantor haha. Tapi 5 hari setelah kami menikah saya datang bulan, sampai kaget karena jadwal seharusnya di akhir bulan. Mulai dari situlah tanggal datang bulan selanjutnya benar-benar saya ingat.

Senangnya, ga lama setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan suami, di tanggal 12 Juni kami pulang lagi ke Magelang - Jogja untuk merayakan Hari Idul Fitri, sungguh bahagia sekali. Terlepas dari kewajiban Istri masak-memasak dan membersihkan rumah, juga sekarang lebaran telah memiliki suami.

Mengenai sistem keuangan di keluarga kami, kami sepakat untuk suami memberi 'jatah bulanan' kepada saya. Karena saya juga bekerja, jadi sebisa mungkin saya tetap membantu suami. Jatah bulanan tersebut saya gunakan untuk kebutuhan dapur dan kebutuhan rumah. Yang lain, seperti baju, perabotan rumah tangga, jalan-jalan, kami berusaha untuk menopang bersama.

Perubahan juga terjadi dalam hal Ibadah. Suami bener-bener menekankan kepada saya bahwa Ibadah adalah nomor 1. Dia tidak hanya memberi masukan atau mengajak, tapi mencontohkan dengan segala kondisi yang ada, dia berusaha untuk sholat jamaah di Masjid, padahal jarak rumah kami dengan Masjid (Musholla) lumayan jauh dengan jalan tanah (desa banget ya?!). Karena saya melihat suami saya begitu bersemangat, saya merasa malu apabila tidak mencontohnya, memang tidak dengan berjamaah di Musholla (karena Wanita lebih baik di rumah, takut menjadi fitnah), tapi saya jadi berusaha untuk selalu sholat tepat waktu, rajin mengaji, menambah dengan sholat sunnah setelah sholat wajib. Subhanallah, Alhamdulillah. Mohon doanya ya, agar keluarga kami bahagia dunia akherat, Amin.